TUGAS 1 ARTIKEL SOFTSKILL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
KEPRESIDENAN YANG TIDAK TERCANTUM
Negara
Indonesia ternyata memiliki dua presiden yang berjasa namun tidak tercantum,
yaitu Syafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Pada tahun 19 desember 1948,
terjadi sebuah peristiwa agresi militer II yaitu penyerangan belanda terhadap
yogyakarta. Dalam penyerangan ini Soekarno dan Moh. Hatta diasingkan ke Pulau
Bangka oleh belanda. Hal ini menyebabkan adanya tokoh pahlawan yang ditugaskan
untuk memimpin negara Indonesia untuk sementara waktu, beliau adalah Syafruddin
Prawiranegara. Kisah Syafruddin saat dia muda, beliau adalah seorang tokoh
pahlawan yang lahir di Serang, Banten 28 Februari 1911. Di masa kecilnya beliau
mempunyai nama panggilan yaitu Kuding. Beliau mempunyai darah keturunan sunda
dari pihak ibu dan minangkabau dari pihak ayah. Beliau yang gemar membaca kisah
petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi yaitu “Ingin
menjadi orang besar”. Dan hal tersebut merupakan penyebab beliau masuk ke
sekolah tinggi hukum di jakarta.
Dalam
pendidikannya dia menempuh pendidikan ELS (1925), dilanjutkan ke MULO, Madiun
(1928), dan AMS, Bandung (1931). Pendidikan tingginya diambilnya di
Rechtshoogeschool (Sekola Tinggi Hukum) di Jakarta (1939) dan berhasil meraih
gelar Magister Hukum. Sebelum kemerdekaan, Syafruddin pernah bekerja sebagai
pegawai siaran radio swasta (1939-1940), petugas pada Departemen Keuangan
Belanda (1949-1942), serta pegawai Departemen Keuangan Jepang. Setelah
kemerdekaan Indonesia, beliau menjadi anggota badan pekerja KNIP (1945) yang
bertugas sebagai badan legislatif di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan
DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Syafruddin Prawiranegara, beliau pun pernah menjabat
sebagai Wakil Perdana Menteri (1946), Menteri Keuangan (1946), Menteri
Kemakmuran (1947), dan sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia (1951) . Pada
saat beliau menjabat sebagai menteri kemakmuran, terjadilah agresi militer II
maka presiden memberikan mandat kepada Syafruddin untuk membentuk Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Pada
tanggal 19 Desember 1948. Agresi Militer II Belanda terhadap Ibu Kota
Yogyakarta menyebabkan Presiden Soekarno ditangkap. Wakil Presiden Mohammad
Hatta yang khawatir dengan kondisi tersebut segera mengirimkan telegram kepada
Menteri Kemakmuran RI, Syafruddin Prawiranegara, yang sedang berada di
Bukittinggi untuk membentuk PDRI. Selain itu, telegram juga diberikan kepada
Sudarsono, LN Palar, dan AA Maramis di New Delhi (India) untuk membentuk
pemerintahan darurat, jika usaha Syafruddin di Sumatera Barat tidak berhasil.
Telegram ini ditandatangani oleh Moh. Hatta dan Agus Salim. Tetapi Syafruddin
tidak mengetahui tentang telegram tersebut. Beliau tidak mengetahui adanya
mandat untuk membentuk pemerintahan darurat. Beliau hanya mendengar dari siaran
radio bahwa ibu kota Yogyakarta telah diduduki Belanda. Pada tahun 19 Desember
1949, beliau menemui Teuku Muhammad Hassan dan menyampaikan kemungkinan
kekosongan pemerintahan. Beliau pun mengusulkan supaya dibentuk sebuah
pemerintahan untuk menyelamatkan negara republik indonesia. Gubernur sumatera
pun menyetujui usul tersebut. Pemerintah Darurat Republik indonesia (PDRI)
dijuluki “Penyelamat Republik”. Dengan mengambil lokasi disuatu tempat di
daerah Sumatera Barat, pemerintahan Republik Indonesia masih tetap di hormati
meskipun para pemimpin indonesia seperti Soekarno-Hatta telah ditangkap oleh
belanda di yogyakarta.
Syafruddin
prawiranegara menjadi ketua PDRI dan kabinetnya terdiri dari beberapa orang menteri,
meskipun beliau di katakan sebagai ketua, namun kedudukannya sama dengan
presiden. Atas usaha pemerintahan darurat, belanda terpaksa berunding dengan
Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri usaha Belanda. Akhirnya soekarno
dan kawan-kawan dibebaskan serta kembali ke Yogyakarta. Pada tahun 13 Juli
1949, diadakan sidang antara PDRI dengan presiden Soekarno, wakil presiden
Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengambilan mandat
dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta. Setelah
beberapa tahun kemudian Syafruddin meyerahkan mandatnya kembali kepada presiden
Soekarno. Namun syafruddin teteap terlibat dalam pemerintahan dengan menjadi
menteri keuangan. Pada bulan maret 1950, beliau melaksanakan kebijakan moneter
yang banyak dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.
Akibat
ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat karena ketimpangan sosial dan pengaruh
komunis semakin kuat. Pada awal tahun 1958, syafruddin dan beberapa tokoh
lainnya mendirikan PRRI.
Pada
awal tahun 1958, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) didirikan
di Sumatera Tengah. Kemudian Syafruddin diangkat sebagai perdana menteri PRRI
dan membentuk kabinet tandingan. Namun PRRI tetap mengakui Soekarno sebagai
presiden PRRI, karena Soekarno diangkat secara konstitusional. Pada bulan
agustus 1958, PRRI pun terjadi perlawanan oleh pemerintahan pusat. Perlawanan PRRI
dinyatakan berakhir dan pemerintahan pusat di Jakarta berhasil menguasai
kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRI. Setelah
bertahun-tahun berkarir di dunia politik, Syfruddin akhirnya memilih lapangan
dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Ditengah kesibukkan sebagai mubalig,
mantan Gubernur Sentral pada tahun 1951 pun menyusun sebuah buku sejarah
moneter dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama lembaga keuangan indonesia.
Pada tanggal 15 Februari 1989, Syafruddin Prawiranegara pun meninggal di
Jakarta.
Disamping
itu Mr. Assaat juga berperan penting, beliau adalah seorang politisi dan
pejuang kemerdekaan Indonesia, beliau lahir di Dusun Pincuran Landai, Kubang
Putiah, Sumatera Barat 18 September 1904. Mr. Assaat merupakan seorang pemangku
jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia
di Yogyakarta dan pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Indonesia.
Semasa pendidikannya assaat belajar di Perguruan Adabiah dan MULO Padang,
kemudian melanjutkan ke STOVIA. Namun beliau merasa tidak cocok menjadi seorang
dokter maka dari itu beliau keluar dari STOVIA dan melanjutkan ke AMS. Dari AMS
beliau melanjutkan pendidikannya ke Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah
Tinggi Hukum) di Jakarta. Ketika menjadi mahasiswa RHS, Beliau pun mulai ikut
dalam gerakan pemuda dan politik. Assaat sangat giat dalam organisasi pemuda
Jong Sumatranen Bong. Karir politiknya semakin menanjak dan berhasil menjadi
pengurus besar Perhimpunan Pemuda Indonesia. Dalam kedudukan beliau sebagai
mahasiswa, beliau pun bergabung dalam politik yaitu, Partai Indonesia
(PARTINDO).
Pada
tahun 1946-1949 beliau menjabat sebagai ketua badan pekerja KNIP (Komite
Nasional Indonesia Pusat) yang merupakan cikal-bakal parlemen (DPR-MPR)
Indonesia. Namun pada masa revolusi, KNIP dan badan pekerja KNIP mengalami dua
kali hijrah supaya revolusi tetap berjalan. Tidak lama kemudian Mr. Assaat ditunjuk
sebagai BP-KNIP dan ketua KNIP. Saat berlakunya konstitusi RIS dan terbentuknya
RIS (Republik Indonesia Serikat). Mr. Assaat pun aktif sebagai pejabat (acting)
Presiden Republik Indonesia yang merupakan bagian dari RIS, berkedudukan di
Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) di Yogyakarta.
Namun
Mr. Assaat ketika menjabat sebagai presiden, beliau tidak mau di panggil “Paduka
Yang Mulia”, beliau lebih memilih dengan
panggilan “Saudara Acting Presiden”. Mr. Assaat pun bukan seorang ahli pidato,
beliau tidak menyukai untuk banyak bicara. Melainkan beliau merupakan seorang
yang taat melaksanakan ibadah dan tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu. Beliau
merupakan pemimpin yang sangat menghargai waktu. Pada saat itu beliau pun
menandatangani pendirian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Posisi beliau
sebagai pejabat Presiden RI berakhir pada agustus 1950 karena negara-negara
bagian RIS bersatu kembali menjadi negara kesatuan RI, demikian juga jabatannya
selaku ketua KNIP dan badan pekerja KNIP. Mr. Assaat pun menjadi anggota
parlemen (DPR) dan menjabat sebagai Menteri dalam negeri pada kabinet natsir
(september 1950 - maret 1951). Ketika kabinet natsir bubar, beliau pun kembali
menjadi anggota parlemen. Ketika demokrasi terpimpin dicetuskan oleh soekarno,
Assaat sebagai demokrat bersama orang islam pun menentang Soekarno. Karena
secara pribadi politik Soekarno di selimuti oleh Partai Komunis Indonesia. Mr.
Assaat pun merasakan jiwanya terancam, karena demokrasi terpimpin merupakan
diktator terselubung. Kemudian Mr.
Assaat beserta keluarganya berhasil menyebrang ke Sumatera. Ketika di Sumatera
Selatan sudah dibentuk “Dewan Gajah” yang dipimpin oleh Letkol Barlian,
Sumatera Barat “Dewan Banteng” oleh Letkol Ahmad Husein, Sumatera Utara “Dewan
Gajah” oleh Kol. Simbolon, dan Sulawesi “Dewan Manguni” oleh Kol. Sumual.
Dewan-dewan tersebut bersatu untuk menentang Soekarno yang telah di selimuti
oleh PKI. Maka dari itu terbentuklah PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia). Ketika Assaat tiba di Sumatera Barat, beliau pun bergabung dengan
PRRI. Kemudian beliau pergi ke hutan-hutan sumatera. Namun Mr. Assaat jatuh
sakit. Maka dari itu beliau ditangkap dalam keadaan fisik lemah dan menjalani
hidup di penjara “Demokrasi Terpimpin” dari tahun 1962 – 1966. Pada saat orde
baru, beliau pun keluar dari tahanan penjara di Jakarta. Pada tanggal
16 Juni 1976, Mr. Assaat pun meninggal di Jakarta.
Menurut kesimpulan
saya, baik Syafruddin maupun Mr. Assaat memiliki jiwa dan amanat yang tangguh
untuk tetap mempertahankan pemerintahan indonesia ketika terjadi agresi militer
II meski jabatan mereka tidak berlangsung lama. Namun sejarah mereka tetap
terkenang di indonesia.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar