Jumat, 18 Maret 2016

TUGAS 1 ARTIKEL SOFTSKILL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN



KEPRESIDENAN YANG TIDAK TERCANTUM



          Negara Indonesia ternyata memiliki dua presiden yang berjasa namun tidak tercantum, yaitu Syafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Pada tahun 19 desember 1948, terjadi sebuah peristiwa agresi militer II yaitu penyerangan belanda terhadap yogyakarta. Dalam penyerangan ini Soekarno dan Moh. Hatta diasingkan ke Pulau Bangka oleh belanda. Hal ini menyebabkan adanya tokoh pahlawan yang ditugaskan untuk memimpin negara Indonesia untuk sementara waktu, beliau adalah Syafruddin Prawiranegara. Kisah Syafruddin saat dia muda, beliau adalah seorang tokoh pahlawan yang lahir di Serang, Banten 28 Februari 1911. Di masa kecilnya beliau mempunyai nama panggilan yaitu Kuding. Beliau mempunyai darah keturunan sunda dari pihak ibu dan minangkabau dari pihak ayah. Beliau yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi yaitu “Ingin menjadi orang besar”. Dan hal tersebut merupakan penyebab beliau masuk ke sekolah tinggi hukum di jakarta.



Dalam pendidikannya dia menempuh pendidikan ELS (1925), dilanjutkan ke MULO, Madiun (1928), dan AMS, Bandung (1931). Pendidikan tingginya diambilnya di Rechtshoogeschool (Sekola Tinggi Hukum) di Jakarta (1939) dan berhasil meraih gelar Magister Hukum. Sebelum kemerdekaan, Syafruddin pernah bekerja sebagai pegawai siaran radio swasta (1939-1940), petugas pada Departemen Keuangan Belanda (1949-1942), serta pegawai Departemen Keuangan Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia, beliau menjadi anggota badan pekerja KNIP (1945) yang bertugas sebagai badan legislatif di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Syafruddin Prawiranegara, beliau pun pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri (1946), Menteri Keuangan (1946), Menteri Kemakmuran (1947), dan sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia (1951) . Pada saat beliau menjabat sebagai menteri kemakmuran, terjadilah agresi militer II maka presiden memberikan mandat kepada Syafruddin untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).



Pada tanggal 19 Desember 1948. Agresi Militer II Belanda terhadap Ibu Kota Yogyakarta menyebabkan Presiden Soekarno ditangkap. Wakil Presiden Mohammad Hatta yang khawatir dengan kondisi tersebut segera mengirimkan telegram kepada Menteri Kemakmuran RI, Syafruddin Prawiranegara, yang sedang berada di Bukittinggi untuk membentuk PDRI. Selain itu, telegram juga diberikan kepada Sudarsono, LN Palar, dan AA Maramis di New Delhi (India) untuk membentuk pemerintahan darurat, jika usaha Syafruddin di Sumatera Barat tidak berhasil. Telegram ini ditandatangani oleh Moh. Hatta dan Agus Salim. Tetapi Syafruddin tidak mengetahui tentang telegram tersebut. Beliau tidak mengetahui adanya mandat untuk membentuk pemerintahan darurat. Beliau hanya mendengar dari siaran radio bahwa ibu kota Yogyakarta telah diduduki Belanda. Pada tahun 19 Desember 1949, beliau menemui Teuku Muhammad Hassan dan menyampaikan kemungkinan kekosongan pemerintahan. Beliau pun mengusulkan supaya dibentuk sebuah pemerintahan untuk menyelamatkan negara republik indonesia. Gubernur sumatera pun menyetujui usul tersebut. Pemerintah Darurat Republik indonesia (PDRI) dijuluki “Penyelamat Republik”. Dengan mengambil lokasi disuatu tempat di daerah Sumatera Barat, pemerintahan Republik Indonesia masih tetap di hormati meskipun para pemimpin indonesia seperti Soekarno-Hatta telah ditangkap oleh belanda di yogyakarta.



Syafruddin prawiranegara menjadi ketua PDRI dan kabinetnya terdiri dari beberapa orang menteri, meskipun beliau di katakan sebagai ketua, namun kedudukannya sama dengan presiden. Atas usaha pemerintahan darurat, belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri usaha Belanda. Akhirnya soekarno dan kawan-kawan dibebaskan serta kembali ke Yogyakarta. Pada tahun 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan presiden Soekarno, wakil presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengambilan mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta. Setelah beberapa tahun kemudian Syafruddin meyerahkan mandatnya kembali kepada presiden Soekarno. Namun syafruddin teteap terlibat dalam pemerintahan dengan menjadi menteri keuangan. Pada bulan maret 1950, beliau melaksanakan kebijakan moneter yang banyak dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.



Akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat karena ketimpangan sosial dan pengaruh komunis semakin kuat. Pada awal tahun 1958, syafruddin dan beberapa tokoh lainnya mendirikan PRRI.



Pada awal tahun 1958, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) didirikan di Sumatera Tengah. Kemudian Syafruddin diangkat sebagai perdana menteri PRRI dan membentuk kabinet tandingan. Namun PRRI tetap mengakui Soekarno sebagai presiden PRRI, karena Soekarno diangkat secara konstitusional. Pada bulan agustus 1958, PRRI pun terjadi perlawanan oleh pemerintahan pusat. Perlawanan PRRI dinyatakan berakhir dan pemerintahan pusat di Jakarta berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRI. Setelah bertahun-tahun berkarir di dunia politik, Syfruddin akhirnya memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Ditengah kesibukkan sebagai mubalig, mantan Gubernur Sentral pada tahun 1951 pun menyusun sebuah buku sejarah moneter dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama lembaga keuangan indonesia. Pada tanggal 15 Februari 1989, Syafruddin Prawiranegara pun meninggal di Jakarta.



Disamping itu Mr. Assaat juga berperan penting, beliau adalah seorang politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia, beliau lahir di Dusun Pincuran Landai, Kubang Putiah, Sumatera Barat 18 September 1904. Mr. Assaat merupakan seorang pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta dan pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Indonesia. Semasa pendidikannya assaat belajar di Perguruan Adabiah dan MULO Padang, kemudian melanjutkan ke STOVIA. Namun beliau merasa tidak cocok menjadi seorang dokter maka dari itu beliau keluar dari STOVIA dan melanjutkan ke AMS. Dari AMS beliau melanjutkan pendidikannya ke Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta. Ketika menjadi mahasiswa RHS, Beliau pun mulai ikut dalam gerakan pemuda dan politik. Assaat sangat giat dalam organisasi pemuda Jong Sumatranen Bong. Karir politiknya semakin menanjak dan berhasil menjadi pengurus besar Perhimpunan Pemuda Indonesia. Dalam kedudukan beliau sebagai mahasiswa, beliau pun bergabung dalam politik yaitu, Partai Indonesia (PARTINDO).



Pada tahun 1946-1949 beliau menjabat sebagai ketua badan pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang merupakan cikal-bakal parlemen (DPR-MPR) Indonesia. Namun pada masa revolusi, KNIP dan badan pekerja KNIP mengalami dua kali hijrah supaya revolusi tetap berjalan. Tidak lama kemudian Mr. Assaat ditunjuk sebagai BP-KNIP dan ketua KNIP. Saat berlakunya konstitusi RIS dan terbentuknya RIS (Republik Indonesia Serikat). Mr. Assaat pun aktif sebagai pejabat (acting) Presiden Republik Indonesia yang merupakan bagian dari RIS, berkedudukan di Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) di Yogyakarta.



Namun Mr. Assaat ketika menjabat sebagai presiden, beliau tidak mau di panggil “Paduka Yang Mulia”, beliau lebih memilih  dengan panggilan “Saudara Acting Presiden”. Mr. Assaat pun bukan seorang ahli pidato, beliau tidak menyukai untuk banyak bicara. Melainkan beliau merupakan seorang yang taat melaksanakan ibadah dan tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu. Beliau merupakan pemimpin yang sangat menghargai waktu. Pada saat itu beliau pun menandatangani pendirian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Posisi beliau sebagai pejabat Presiden RI berakhir pada agustus 1950 karena negara-negara bagian RIS bersatu kembali menjadi negara kesatuan RI, demikian juga jabatannya selaku ketua KNIP dan badan pekerja KNIP. Mr. Assaat pun menjadi anggota parlemen (DPR) dan menjabat sebagai Menteri dalam negeri pada kabinet natsir (september 1950 - maret 1951). Ketika kabinet natsir bubar, beliau pun kembali menjadi anggota parlemen. Ketika demokrasi terpimpin dicetuskan oleh soekarno, Assaat sebagai demokrat bersama orang islam pun menentang Soekarno. Karena secara pribadi politik Soekarno di selimuti oleh Partai Komunis Indonesia. Mr. Assaat pun merasakan jiwanya terancam, karena demokrasi terpimpin merupakan diktator terselubung.  Kemudian Mr. Assaat beserta keluarganya berhasil menyebrang ke Sumatera. Ketika di Sumatera Selatan sudah dibentuk “Dewan Gajah” yang dipimpin oleh Letkol Barlian, Sumatera Barat “Dewan Banteng” oleh Letkol Ahmad Husein, Sumatera Utara “Dewan Gajah” oleh Kol. Simbolon, dan Sulawesi “Dewan Manguni” oleh Kol. Sumual. Dewan-dewan tersebut bersatu untuk menentang Soekarno yang telah di selimuti oleh PKI. Maka dari itu terbentuklah PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Ketika Assaat tiba di Sumatera Barat, beliau pun bergabung dengan PRRI. Kemudian beliau pergi ke hutan-hutan sumatera. Namun Mr. Assaat jatuh sakit. Maka dari itu beliau ditangkap dalam keadaan fisik lemah dan menjalani hidup di penjara “Demokrasi Terpimpin” dari tahun 1962 – 1966. Pada saat orde baru, beliau pun keluar dari tahanan penjara di Jakarta. Pada tanggal 16 Juni 1976, Mr. Assaat pun meninggal di Jakarta.



Menurut kesimpulan saya, baik Syafruddin maupun Mr. Assaat memiliki jiwa dan amanat yang tangguh untuk tetap mempertahankan pemerintahan indonesia ketika terjadi agresi militer II meski jabatan mereka tidak berlangsung lama. Namun sejarah mereka tetap terkenang di indonesia.



Referensi :



1.http://selokartojaya.blogspot.co.id/2009/09/sjafruddin-prawiranegara-dan-mr- assaat.html



2. https://id.wikipedia.org/wiki/Syafruddin_Prawiranegara



3.http://www.voa-islam.com/read/upclose/2009/09/15/1113/mr-syafruddin-prawiranegara-pemimpin-yang-terlupakan/#sthash.00EZu47a.dpbs